Friday, 25 March 2022

Hujan di Kemarau

Photo created by Kireyonok_Yuliya

Ruwet. Satu kata yang bisa menggambarkan isi kepalaku sebulan kemarin. Mungkin bagi kamu-kamu yang sedang atau pernah melewati semester delapan perkuliahan ini akan banyak yang sepakat dengan yang kuhadapi, tapi mungkin juga hanya diriku saja yang banyak berharap agar tidak menderita sendirian... hahahah. Momentum ini adalah waktu dimana hanya ada skripsi untuk dihadapi dan isi kepala selalu berotasi tentang apa-apa yang sudah kita lakukan sejauh ini. Setelah 'pensiun' dari amanah organisasi dan berbagai pekerjaan sampingan lainnya, akhirnya tibalah hari ini. Satu hari bagi seorang Syifa Hana yang memberanikan diri untuk menulis dan membagikan apa yang menjadi refleksi dirinya selama setahun kemarin.

Dua ribu dua puluh satu adalah tahun dimana aku banyak bertemu kawan-kawan baru, pengalaman yang seru-seru, dan kenangan yang lucu-lucu....walaupun ada juga yang pilu. Tapi namanya juga hidup yang gak melulu senang, gak melulu sedih. Semua ada porsinya sendiri yang berkucukupan. Cukup sedihnya, cukup senangnya. Berpasangan dan sejalan. Adil dan berimbang. Hukum alam yang cuma jadi rahasia Tuhan. Banyak kesempatan yang enggak kuduga akan kutemui sebelumnya, banyak juga masalah yang datang entah darimana asalnya. Semua bercampur menjadi rangkaian cerita yang indah untuk dikenang tetapi tidak untuk diulang. Pada tahun itu, aku lebih banyak belajar memanajemen emosi dan mengelola hati. 

Perlahan tapi pasti, aku mulai menyadari bahwa mengendalikan situasi sama tidak mungkinnya dengan mengendalikan cuaca. Hanya Tuhan kan yang punya kehendak kapan hujan akan datang? dan kita sebagai manusia hanya bisa mempersiapkan jas hujan atau payung. Siapa yang bisa menyangka akan datang hujan di musim kemarau? tidak ada yang bisa mencegahnya. Dari banyaknya permasalahan iklim di dunia yang kita tinggali seperti sekarang ini, semua itu bisa saja terjadi. Itulah gunanya kalimat "Sedia payung sebelum hujan" kurasa. Sebab, yang bisa kita lakukan dari takdir hari ini, besok atau nanti adalah persiapan. Entah persiapan mental, fisik, atau barang-barang apa saja yang perlu dibawa semisal hari ini datang hujan. 

Begitu pula dengan hati manusia, sama seperti hujan kadang-kadang hati kita juga suka memberi kejutan tanpa permisi. Yaa, kalo pakai permisi namanya bukan kejutan tapi pamitan sih. Kejutan-kejutan itu menjelma pembelajaran, terutama belajar untuk mempersiapkan hati yang lapang untuk segala hal yang datang. Ketika kamu tidak berkuasa untuk memerintah hati manusia lain akan jatuh ke hati yang mana, pun juga kita tidak bisa meminta paksa manusia lain untuk jatuh ke hati yang sama. Namanya juga hati, bisa jatuh kapan saja, dengan siapa saja. Ndak perlu marah kalau apa yang akhirnya terjadi tidak sesuai dengan kehendak kita. Wajar, masih manusia berarti. Lagi dan lagi, perlu sekali mempersiapkan hati yang presisi untuk segala kondisi. Sebab, situasi memang tidak bisa kita kendalikan, tapi bersyukurlah kita, Tuhan menciptakan manusia yang lengkap dengan hati dan akal pikiran. Hati dan akal pikiran selalu menjadi alasan manusia untuk memilih. Meski kondisi tidak bisa dikendalikan, kita masih punya pilihan.

Ngomong-ngomong soal pilihan, ini juga salah satu hal yang cukup tricky bagiku di tahun kemarin. Walau sebenarnya kecewa, marah, pergi dari situasi, atau hal-hal semacamnya bisa saja dilakukan. Namun, dari sekian banyak pemikiran yang terbayang, akhirnya aku memilih untuk bertahan agar semua rencana yang sudah ditetapkan setidaknya masih dapat dilakukan. Walau terseok-seok, walau hati sebenarnya sedang amburadul  kata yang tepat mewakili hati ketika menjumpai hujan dikala kemarau. Hingga akhirnya tak terasa tibalah juga hari ini, beberapa bulan setelahnya saat diri dan hati siap berefleksi dari segala kejutan di tahun lalu. Aku tidak menyesali pilihan dan sikapku, melainkan bangga pernah berada di masa itu dan segala penyikapannya. Aku yakin masa-masa pendewasaan seperti ini terjadi pada setiap orang, tipe-tipe hujannya saja yang berbeda-beda. Seperti nasihat dari kebanyakan orang tua, memang benar bahwa menjadi dewasa tidaklah mudah. Maka apapun yang terjadi dan kapanpun hujan datang di kemaraumu, pesan dariku hanya satu: bersiap-siaplah.

Sunday, 19 September 2021

Terjebak



Hidupku adalah sebuah tanda tanya besar
Jika dibiarkan, tanda itu semakin besar dan membekas
Memenuhi seluruh ruang pikiranku
Mengekang dan menjebak kamu yang baru saja sampai

Namun aku tidak terlalu sabar untuk menunggu
Aku memilih pergi dari peti persembunyian kita
Meninggalkanmu dengan segenap tanda tanya
Sebab kau jelas sudah tahu, aku tak mampu menjawab seluruh diktenya
Aku berlari menuju lorong-lorong
Hatiku kosong, mulutku menggonggong

Tolong!
Tolong!
Aku melemah entah ditekan oleh siapa!
Membungkamkan diri, melupakan segalanya!

Sadarkah kamu?
Lihatlah titik pada tanda tanya itu.
Saat ini yang sedang menguatkan namun mengenaskan adalah kita, 
bukan aku.
Yang kau aamini kekuatanmu, 
yang ku yakini menghancurkanku.

Tapi apa?
Hidupku masih sebuah tanda tanya
Lengkap dengan 5W1H dan segala caciannya
Bodohnya aku, malah balik bertanya 
Sial, kaulah jebakannya.

Monday, 19 July 2021

Strategi Basa-Basi

Aku dan beberapa pejuang Lokanuraga BEM FGE UGM 2021.

    Semakin tua diri ini, semakin aku menyadari bahwa waktu adalah nikmat termahal yang tidak bisa diraih kembali. Tuhan memberikan kita waktu secara gratis, walau kadang manusia memanfaatkannya secara cuma-cuma, dan menyesal setelahnya. Padahal memanfaatkan waktu seefektif dan seefisien mungkin adalah sebuah tanggung jawab. Begitu pula ketika dunia dihadapkan dengan situasi pandemi Covid-19 seperti saat ini waktu terasa lebih berharga dan perlu mendapatkan perhatian lebih. Diriku sendiri memiliki pengalaman ketika banyak agenda dalam satu waktu bisa dilakukan secara bersamaan, justru waktu terasa lebih ringan dimanfaatkan, namun kualitas dari agenda-agenda itulah yang menjadi pertanyaan.

    Salah satu pengalamanku di masa pandemi Covid-19 adalah ketika bertemu dan bertegur sapa dengan teman-teman, kerabat jauh, rekan kerja, dan semua orang saat ini yang secara terpaksa harus dilakukan melalui daring. Rutinitas itu yang memaksaku untuk menatap layar kaca gadget setiap hari. Bosan? Tentu saja. Jenuh? Sudah pasti. Namun kini satu-satunya pilihan bagi kita adalah survive. Bertahan adalah pilihan yang paling memungkinkan untuk situasi saat ini. Menahan diri untuk tidak keluar rumah, menahan diri untuk harus bertemu dengan orang-orang. Sering kali merasakan lelah karena hanya berkomunikasi dengan mesin, tidak seperti biasanya kita saling bertegur sapa dengan tatap muka. Perasaan-perasaan seperti hanya ingin menyendiri dan keinginan untuk jauh dari sosial media adalah hal yang terkadang melintas di pikiran. Tidak realistis sih, sebab di masa pandemi seperti saat ini, hanya gadget dan sosial medialah yang dapat diandalkan untuk bekerja dan tetap menjaga keterhubungan dengan rekan-rekan seperjuangan.

    Namanya juga manusia, si makhluk sosial. Pastinya gak bisa mengandalkan diri dengan hidup sendirian. Di masa-masa pandemi seperti saat ini, banyak orang berjuang untuk bisa makan, bisa bekerja, bisa sembuh, ataupun bisa menjaga dirinya agar tetap sehat. Ketika bertemu lewat layar kaca gadgetpun, bertanya kabar menjadi salah satu pertanyaan yang paling menyentuh hati. Sebab, tidak semua orang pandai berbasa-basi. Kalimat basa-basi yang dahulu sering dinilai tidak penting, justru saat ini bisa dianggap menjadi kalimat yang dibutuhkan untuk banyak orang. Meski waktu terus berjalan selama 24 jam perharinya, kita bisa meluangkan waktu untuk makan, istirahat, bekerja, beribadah, dan sebagainya. Pada tulisan ini juga akan dibahas berdasarkan pengalaman pribadi, cara mengalokasikan sebagian waktu dari 24 jam untuk basa-basi dengan strategi.

Sunday, 4 July 2021

Sajak Sejak


Sejak sajak kutulis
Kau sibuk sendiri
Kesana dan kemari
Dalam pencarian jati diri

Sejak sajak kutulis
Kau asik sibuk sendiri
Tak pernah berhenti
Mengundang kembali yang tlah pergi

Sejak sajak kutulis
Kau masih sibuk sendiri
Berputar dan berlari
Berharap ada yang mengerti

Kutulis sebuah sajak
Sebagai tanda jejak 
Atas langkah yang mengajak
Tuk ambil jeda sejenak

Sejak kamu sibuk mencari
Sejak itu pula aku memahami
Harapan yang kutulis dalam sajak
Ialah kita yang tak berjarak

Wednesday, 29 July 2020

Kita Belum Selesai


Bersemayam diantara jeda
Tiap-tiap jarak kita cipta
Sembari menyelipkan rindu yang beradu
Dalam doa, hati kita belum setuju

Isak tangis dan sumpah serapah
Menggebu-gebu hingga tak lagi mampu
Atas kenangan yang tlah hilang
Atas cinta yang sungguh malang

Aku dan dirimu adalah definisi takdir yang serius
Sebab kita berlangsung terus menerus
Kamu dan diriku adalah definisi sanggup yang abai
Sebab kita takkan pernah selesai

Sunday, 19 July 2020

Aku Hanya Ingin Menangis


Aku hanya ingin menangis
Yang mengalir deras 
Bagai teguhnya hujan, batupun diretas

Aku hanya ingin menangis
Yang terdengar keras
Seperti suara petir menyambar dari atas

Aku hanya ingin menangis
Yang tak harus ada apa-apa
Dan tak perlu bersama mengapa
Begitu saja.