Saturday 2 May 2020

Merawat Luka


Singkat cerita begini. Sejak kecil kita bertumbuh dan berkembang. Dunia ini dinamis, mobilitasnya yang tinggi, terkadang membuat kita tak menyadari sesuatu yang sebetulnya kita lakukan, dibalik setiap proses kehidupan. Biar kujelaskan, ketika balita, kerap kali setiap dari kita pernah terjatuh saat belajar berjalan. Kemudian dua atau tiga tahun setelahnya kita juga pernah merasakan sakitnya jatuh ketika belajar bersepeda, sama halnya ketika kita beranjak remaja, sempat kita terkilir saat bermain bola atau tak hati-hati saat mengiris ketika belajar memasak. Begitulah seterusnya, dari kecil hingga dewasa, kita telah terbiasa dan terlatih untuk jatuh, dan terluka. Lihat dirimu sekarang, sudah menjadi sosok yang tumbuh dewasa, dan masih bisa rebahan sambil membaca blog ini dengan gadget milikmu sendiri, bukan?

Kalau diingat kembali, selalu ada orang-orang terdekat yang membantu menyembukan ketika kita terluka. Dengan cara mencoba menenangkan misalnya, kemudian membersihkan luka dengan pelan-pelan, lalu memberi obat pada luka tersebut. Perlahan tapi pasti, ternyata kita bertahan. Hingga kita tidak lagi merasakan perihnya luka, walau masih membekas. Luka itu dapat sembuh, sebelum akhirnya tercipta lagi luka-luka yang baru. 

Lalu aku menyadari, bahwa
Mau tidak mau, kita memang harus terjatuh agar terbangun.
Mau tidak mau, kita memang harus terluka agar belajar.

Luka-luka tersebutlah yang merupakan tanda dan bukti bahwa kita mampu. Mampu berjalan, mampu naik sepeda, mampu memasak, dan mampu-mampu yang lain. 

Sayang, itulah perumpamaanku terhadap luka. Begitu pula dengan luka-luka yang telah kita ukir bersama. Firasatku, mau diam ataupun saling bergerak, kita semua juga akan tetap terluka. Sebab, satu luka darimu sudah cukup untukku mengerti, bahwa luka dapat tercipta bukan hanya tentang ada kesempatan, tetapi juga memberi kesempatan. :)

Selamat menikmati luka dan tumbuh bersamanya!
---dariku yang memilih merawat luka.

No comments:

Post a Comment